Album: Welcome To Dongmakgol OST. Welcome To Dongmakgol flac Joe Hisaishi. Instrumental Korean. Album: Welcome To Dongmakgol OST. Father flac BTOB. Korean Pop - Rock. Writer: Seo Je Woo;Seo Yong Bae. Album: Born To Beat (Asia Special Edition).
Yoon-joo , seorang gadis cerdas yang menjadi anggota baru di Kepolisian Korea bagian kriminal. Bersama teman-temannya, mereka melakukan misi untuk menangkap seorang penjahat lihai, James. Sebuah pekerjaan yang tak mudah dan melelahkan dan kadang juga harus mengesampingkan emosi pribadi. Another criminal movie. Tapi film ini sendiri tak punya sebuah cerita yang bulat seperti umumnya film tentang kriminal. Alih-alih, ini adalah film tentang kerja para detektif itu sendiri yang diceritakan dengan detail ketika melakukan sebuah misi. Mulai dari intai mengintai, samar menyamar dan jika sudah waktunya, melakukan gerak cepat.
Jung Woo-sung yang tumben-tumbenan main jadi antagonis Tidak ada one man hero di sini karena keberhasilan sebuah misi adalah hasil kerjsama tim yang solid. Di sini digambarkan bagaimana sistem kerja mereka yang harus selalu kompak, sistematis dan sigap dalam segala situasi. Keren lah pokoknya. Sekilas, kesannya adalah film yang kering ya? Tapi sang sutradara ternyata cukup lihai membuatnya menjadi tontonan visual dengan gambar-gambar cepat yang tidak membosankan dan enak dinikmati. Ada beberapa hal yang membuat saya penasaran dengan film ini. Pertama tentu ulasannya yang cukup santer di internet bahkan sejak masa-masa produksi.
Kedua tentu adalah jajaran pemain utamanya: dan. Dan ketiga adalah genrenya yang kolosal. Meski saya tak terlalu suka film action, tapi film-film kolosal adalah pengecualian. Karena selain bagbigbug berantem, biasanya dilatari sinematografi yang indah. Cerita berlatar pada masa dinasti Joseon, masa ketika para pejabat pemerintah sangat tamak dan korup sementara rakyat jelata hidup miskin dan menderita. Di tengah segala kekacauan itu, terbentuklah sekelompok petarung yang menamakan diri Kundo, yang kemudian membangun komunitas kecil nan damai di Gunung Jiri.
Kundo berusaha melawan kesewenang-wenangan para penguasa, merampas harta benda mereka dan membagi-bagikannya kepada masyarakat miskin. Dalmuchi, si tukang daging yang kemudian bergabung dengan Kundo. Ha Jung-woo selalu berakting maksimal. Dolmuchi adalah seorang tukang daging, yang kastanya dianggap sebagai salah satu kasta terendah.
Ia tinggal bersama ibu dan adik perempuannya. Suatu hari, Dolmuchi diminta oleh seorang bangsawan majikannya untuk membunuh seorang perempuan hamil. Bangsawan itu adalah Jo Yoon , anak dari gundik ayahnya. Jo Yoon memiliki bakat bermain pedang yang luar biasa dan selalu khawatir kalau posisinya sebagai pewaris kekayaan ayahnya terancam, karenanya berusaha melakukan segala hal untuk mempertahankannya. Ketika Dolmuchi tak sanggup melakukan perintahnya, Dolmuchi pun disiksa dan rumahnya dibakar hingga adik dan ibunya tewas. Demikian juga Kim Kktot-bi.
Yah, yahseperti umumnya rumus cerita film sejenis: kebaikan melawan kejahatan. Daya tarik film seperti ini memang bukan pada ceritanya, tapi lebih pada adegan-adegannya, tata artistik dan visual efeknya.
Dan saya pikir, film ini mampu menyajikan semua itu dengan baik. Dan meski ceritanya sendiri mudah ditebak, tapi karakter-karakternya tidaklah kering. Ha Jung-woo bermain total sebagai Dolmuchi si rakyat jelata, demikian halnya dengan Kang Dong-woon yang berani mengambil peran berbeda sebagai si super jahat, Jo Yoon. Ada juga Lee Kyoung-young, si pendeta dan Yoon Ji-hye, satu-satunya pendekar perempuan di Kundo.
Cowboy-cowboy-an ala Korea ? Dan meski ceritanya cukup serius, tapi ada nuansa komedik dari film ini yang seolah memparodikan film cowboy Amerika melalui musik dan pengenalan karakter-karakternya. Overall ini adalah film yang sangat memuaskan. Jikapun ada hal yang membuat saya agak kecewa adalah munculnya nama ‘besar’ yang tadinya cukup membuat saya berekpektasi (, dan ), sayangnya ternyata hanya memainkan peran yang tak singkat yang tak terlalu berarti (entah apa maksud sang sutradara, mendongkrak nama dan pasar?
Whatever, seru, kok! 18 Mei 1980 merupakan hari yang menjadi sejarah kelam Korea Selatan. Ketika terjadi ‘Gwangju Democraziton Movement’ ribuan orang terbunuh. Beberapa korban adalah warga sipil yang terkena peluru nyasar. Di antara sekian banyak korban, ada tiga bocah yang menyaksikan anggota keluarganya terbunuh dengan tragis. Jung-hyuk melihat ‘nuna’nya yang sedang mengajaknya jalan-jalan terkena peluru nyasar dan tewas mengenaskan. Mi-jin, yang masih balita, tiba-tiba ibunya yang tengah menggendongnya tertembak peluru yang masuk lewat jendela, juga tewas seketika.
Sang ayah kemudian menjadi setengah gila. Anak yang lain, Jin-bae , mendapati ayahnya tewas mengerikan di antara tumpukan mayat dan seumur hidup harus melihat ibunya yang trauma. Dua puluh enam tahun berlalu dan anak-anak ini, yang telah tumbuh menjadi orang dewasa, belum bisa melupakan kejadian itu. Mereka tumbuh dalam kemarahan dan sakit hati.
Apalagi melihat orang yang menjadi otak segala kekejian itu ternyata hidup tenang dan damai dan bahkan tak pernah meminta maaf. Suatu hari, seorang lelaki pemilik sebuah perusahaan tiba-tiba mendatangi mereka. Bersama sang ayah, yang ternyata bekas tentara yang terlibat penembakan dan karenanya merasa dihantui perasaan bersalah, mengajak mereka bertiga untuk melakukan sebuah aksi diam-diam, meminta sang diktator meminta maaf. Tapi, yah, tentu saja itu bukan hal yang mudah. Mereka hanyalah ‘orang-orang biasa’ yang harus melawan orang yang begitu berkuasa.
Miris, tentu saja. Dan film ini juga tak hendak beromantis-romantis karena adegan-adegannya terasa cepat dan blak-blakkan. Mungkin bagi sebagian orang yang tak mengalami langsung kejadiannya, akan berpikir bahwa kemarahan dan aksi anarkis orang-orang itu agak berlebihan. Tapi saya pikir, kemarahan seperti itu bisa diterima.
Ketika seseorang diperlakukan tidak adil tapi tak berdaya untuk melakukan apa-apa, apalagi yang harus dilakukan selain anarkisme? Saya sendiri tak terlalu memahami sejarah Korsel dan apakah benar kondisinya seperti yang digambarkan di film ini. Tapi jika memang demikian, rasanya memang menyesakkan melihat ketidakadilan seperti itu (dan sayangnya kejadian seperti itu ternyata terjadi hampir di semua negara, termasuk Indonesia). Terlepas dari unsur-unsur teknis sinematografi bla-bla yang saya nggak paham, saya pikir ini adalah sebuah film yang cukup berani dan seolah menjadi kritik untuk melawan lupa.
Note: Gwangju Massacre atau Pembantaian Gwangju adalah sebuah peristiwa yang terjadi pada tangggal 18 Mei 1980. Peristiwa ini dilatari dengan protes rakyat terhadap presiden Choi Ku-ah. Demonstrasi oleh pelajar dan mahasiswa terjadi dimana-mana. Protes menjadi memanas ketika pemerintahan diambil alih oleh Jendereal Chun Doo-hwan. Kim Dae-jung, kandidat presiden dari partai oposisi yang berasal dari Gwangju ditahan dan membuat penduduk marah besar. Ribuan pelajar dan pekerja memenuhi jalan-jalan utama Gwangju.
Bentrokan pun terjadi. Para pemuda dan rakyat menguasai Gwangju selama 9 hari. Jenderal yang merasa wibawanya terinjak, menerjunkan ribuan pasukan khusus lengkap dengan persenjataannya, siap menumpas para demonstran yang dianggap dibantu kaum Komunis dari Korut. Para tentara menyerbu rumah-rumah penduduk yang diduga sebagai tempat persembunyian demonstran. Ratusan orang tewas, tapi konon jumlah sebenarnya mencapai dua ribuan.
Dan konon juga, peristiwa ini disokong oleh AS. Hmm, miris ya:( Ketika Kim Dae-jung terpilih jadi presiden, Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo yang dianggap bersalah atas pembantaian, diadili. Tapi mungkin seperti digambarkan dalam film ini: itu semua tidak akan pernah terasa cukup bagi korban yang telah kehilangan banyak hal. (dari berbagai sumber) Cast: – Kwak Jin-bae Han Hye-Jin – Shim Mi-jin – Kwon Jung-hyuk – Kim Joo-an – Kim Kap-se Jang Gwang – Chun Doo-hwan Jo Duk-Je– Ma Sang-ryeo Ahn Seok-Hwan – Ahn Soo-ho Judul: 26 Years/ 26 Nyeon (26년) Sutradara: Cho Keun-Hyun Penulis: Kang Pool (comic), Cho Keun-Hyun Produser: Mo Sung-Jin, Choi Yong-Bae Sinematografi: Kim Tae-Kyung Rilis: 29 November 2012 Durasi: 135 menit Produksi: Chungeorahm Films Distributor: Invent D, Chungeorahm Films Bahasa/ Negara: Korea/ Korea Selatan.
Myung-hoon dan adiknya tertangkap ketika hendak menyeberang ke Korea Selatan menyusul ayah mereka, yang sebenarnya sudah meninggal. Myung-hoon pun kemudian diberi pilihan jika ingin tetap hidup bersama adiknya, menjadi mata-mata ke Korsel. Dan itulah yang ia lakukan. Dan kelak, ketika misinya sudah selesai, bisa kembali dan berkumpul dengan adiknya. Myung-hoon kemudian diambil anak oleh suami istri yang ternyata pengedar narkoba dan didaftarkan ke sekolah menengah terdekat, diganti nama menjadi Tae-woo. Disana, ia bertemu dengan Hye-in ( ), seorang cewek yang terobsesi menjadi penari dan selalu di-bully teman-temannya. Dan seperti kebanyakan cerita tentang para tokoh utama, Myung-hoon menolong Hye-in dan mendapat simpati si gadis.
Tapi tentu saja, Myung-hoon tak bisa hidup sebagai ‘orang normal’ karena dia harus menjalankan tugasnya sebagai mata-mata, yang seringkali harus melibatkan membunuh orang-orang. Saya menonton film ini karena penasaran sama akting dan. Saya cukup terkesan setelah menonton akting di. Ya saya menyukainya karena dia tidak seperti kebanyakan artis Korea dengan ‘kecantikan sempurna’ sehingga kualitas aktingnyalah yang harus selalu ditonjolkan. Sementara mengenai ceritanya sendiri, sejak membaca sinopsisnya saya memang tidak terlalu banyak berharap. Dan untunglah karena memang film ini menurut saya sama sekali tak istimewa.
Mungkin dari segi teknik visual dan adegan-adegan action-nya cukup sempurna, tapi ceritanya sendiri menurut saya sangat bertabur klise. Pertama perkenalannya dengan Hye-in dengan aksi sok heroiknya menjadi sang penyelamat si gadis tertindas. Oke, meskipun klise tapi saya bisa sedikit menerima. Yang saya tak habis pikir kenapa para cowok-cowok itu tega membully seorang cewek lemah begitu? Saya pikir sepreman-premannya cowok, akan mikir dua kali untuk ‘menindas’ cewek.
Peran yang tak terlalu berarti dari Kim You-jung Kedua, adalah karakter si tokoh utama: superhero tampan, keren dengan tunggangan motor gede, mendapatkan simpati seorang gadis, pandai berkelahi dan kenapa juga lebih banyak orang harus mati karena dirinya padahal niatnya adalah ingin menyelamatkan seseorang: adiknya? Dan seperti kebanyakan film tentanya spy dari Korut, ia kemudian dikhianati dan harus balik melawan orang yang memerintahkannya.
Whuaah really bored! ? Tak ada yang salah dengan akting para pemainnya, tapi kekurangan utama film ini saya pikir adalah pada ceritanya. Cast: – Ri Myung-hoon – Lee Hye-in – Ri Hye-in Yoon Je-Moon -Cha Jung-min Cho Seung-ha – Moon Sang-chul Park Sung-woong – ayah Myung-hoon Um Tae-goo – cowok belagu Judul: Commitment/ Alumni/Dongchangsaeng (동창생) Sutradara: Park Hong-Soo Penulis: Kim Soo-Young, Park Hong-Soo Produser: Choi Ji-Yoon Sinematografi: Kim Ki-Tae, Park Hee-Joo Rilis: 6 November 2013 Durasi: 113 menit Distributor:Showbox/Mediaplex Bahasa/ Negara: Korea/Korea Selatan. Choon-dong seorang detektif yang tak bisa diandalkan. Setelah terlibat sebuah bisnis yang berbau tipu-tipu, ia diskors.
Di kepolisian, sedang dihebohkan dengan kasus penculikan terhadap anak-anak. Choon-dong merasa tergugah.
Ia punya kisah masalalu yang menyakitkan. Adiknya diculik dan tewas dan itu menimbulkan penyesalan mendalam. Ia ingin melakukan sesuatu. Jun , seorang pemuda misterius.
Ia memiliki kekuatan yang disebut pshycometri, yakni membaca masalalu lewat pegangan tangan. Ia selalu menggambar grafiti di tembok-tembok kota. Choon-dong terkejut ketika melihat gambar-gambar itu seolah petunjuk dari berbagai tindakan penculikan yang berlangsung.
Ia pun mencari Jun. Setelah melalui tawar menawar yang alot, akhirnya Choon-dong berhasil membujuk Jun untuk menuntaskan kasus penculikan itu. Film dengan cerita penculikan anak-anak dan psikopat memang sudah banyak sekali dibuat. Garis besar ceritanya sebenarnya nyaris sama saja, tapi seolah para sineas tak pernah kehabisan ide untuk mengotak-atiknya sehingga tetap menjadi tontonan yang menarik. Pun film ini.
Sekilas tak ada yang spesial, tapi tetap bikin penasaran untuk ditonton. Ditambah lagi bahwa salah satu pemerannya adalah, aktor muda yang tidak hanya enak dilihat tapi aktingnya juga cukup layak diperhitungkan ? Cast: – Yang Choon-dong – Kim Jun Lee Joon-Hyuk – Yang-soo Esom – Kim Seung-ki -Da-hee Park Hyuk-kwon – Ki-woo (psycho) Judul: The Gifted Hands / Psychometry / Saikometeuri (사이코메트리) Sutradara: Kwon Ho-Young Penulis: Lee Young-Jong, Han Jun-Hee Produser: Kim Bong-Seo, Suk Dong-Joon, Park Jae-Yong Sinematografi: Kwon Hyuk-Joon, Yoo Young-Jong Rilis: 7 Maret 2013 Durasi: 108 menit Distributor: CJ Entertainment Bahasa/ Negara: Korea/ Korea Selatan. Sang-hoon , pemuda kasar yang suka mencaci dan memukul. Dia bekerja sebagai debt collector untuk temannya, Man-sik ( ).
Itu pekerjaan yang mudah baginya. Ia bisa memaksa seolah tanpa perasaan hingga babak- belur pada para pengutang untuk membayar. Meski terlihat heartless, sebenarnya Sang-hoon punya sisi ‘lembut’ juga. Ia memberikan uang hasil kerjanya untuk kakaknya yang single parent dan keponakannya, Hyung-in dan juga ayahnya yang penyakitan dan ia benci setengah mati. Sang-hoon punya masalalu buruk. Ayahnya dulu suka memukuli ibunya dan sebuah insiden membuat ibunya tewas.
Sejak itulah Sang-hoon membenci ayahnya. Bukan saja karena ayahnya membuat ibunya tewas, tapi karena ia tak lagi bisa mengendalikan diri menjadi ‘seperti ayahnya’. Yeon-hee seorang anak SMA. Suatu hari ia terlibat pertengkaran dengan Sang-hoon. Sang-hoon memukulnya hingga pingsan. Namun Sang-hoon juga yang kemudian menunggui Yeon-hee hingga siuman. Yeon-hee pun menawarkan persahabatan.
Yeon-hee punya rahasia yang ia sembunyikan. Ia tinggal dengan ayah dan abangnya yang looser dan bermulut kasar. Kelak, abangnya Yeon-hee ini akan jadi anak buahnya Sang-hoon.
Sang-hoon, sebenarnya merasa sangat tak bahagia dengan kehidupannya. Ketika ia mulai membuka diri untuk Yeon-hee, kakaknya, keponakannya dan juga ayahnya, ia pun berpikir untuk berhenti dari pekerjaannya.
Tadinya, saya tertarik untuk menonton film ini karena berpikir kalau sutradaranya. Entah bagaimana saya merasa pernah membaca kalau sutradaranya adalah dan ternyata bukan (film judulnya, ‘ Breath‘). Meski begitu, saya tak menyesalinya.
Breathless adalah another gangster story. Agak-agak mengingatkan sama atau tapi tetap punya orisinalitasnya sendiri. Bagaimana kekerasan terbentuk, mungkin itulah yang ingin diangkat dari film ini. Akarnya, dari keluarga. Kekerasan hanya akan melahirkan kekerasan.
Meski ini film gangster-gangsteran, tapi juga cukup ‘manis.’ Meski kata-kata kasar berhamburan dan setiap saat nyaris ada pukulan, tapi adegan kekerasannya tidak diperlihatkan terlalu frontal (seperti Bittersweet, misalnya). Dan seperti film sejenis ala Korea, dramanya selalu ada sehingga tidak kering. Untuk aktor aktris-nya juga cukup patut diacungi jempol. Bisa dibilang, para pemain film ini bukanlah para aktor papan atas apalagi para pemain pendukungnya, tapi akting mereka cukup pas, tidak pernah sampai blank.
Cukup recommended. Note: Film ini ditulis dan disutradarai oleh, yang juga memerankan tokoh utama di film ini, Sang-hoon. Dia sebenarnya kebanyakan jadi aktor, dan biasanya dapat peran-peran yang tidak terlalu besar (bisa dimaklumi karena tampangnya memang tidak terlalu ‘menjual’ hehe).
Tapi di film ini dia membuktikan kalau dia nggak cuma mampu akting, tapi juga bikin film. Saya tak pernah menyukai film tentang perang. Tapi karena, lagi-lagi, embel-embel penghargaan sebagai film terbaik pada beberapa ajang penghargaan, saya pun memutuskan untuk menonton film ini. Korea pada tahun 1953, ketika perang antara Korea Selatan dan Korea Utara hampir saja berakhir.
Di front Timur, perang seru masih berlangsung karena merebutkan Bukit Aerok (Aerok Hills) yang akan menjadi garis perbatasan kedua negara. Kang Eun-pyo , seorang tentara Korea Selatan, kemudian ditugaskan ke front Timur untuk menyelidiki sebuah kasus. Di sana, ia bertemu dengan Kim Soo-hyuk , teman lamanya yang ia kira sudah mati. Soo-hyuk dan Eun-pyo pernah bertempur bersama beberapa tahun sebelumnya. Soo-hyuk adalah seorang penakut yang selalu gemetaran selama peperangan.
Lee Je-hoon yang berakting lumayan Selain Soo-hyuk, di antara pasukan ada juga Il-young ( ) yang pecandu morfin, Hyo-sam yang humoris. Tentara di front Timur adalah mereka yang selamat setelah peristiwa Pohang, peristiwa yang sepertinya meninggalkan kenangan kelam bagi masing-masing orang. Terungkap kemudian bahwa terjadi hal brutal pada saat itu dan membuat mereka berusaha ‘mematikan’ perasaan. Eun-pyo juga mendapati bahwa terjalin komunikasi ‘lembut’ antara tentara Korea Selatan dan Korea Utara di Aerok. Karena bukit itu terus menerus bergantian dikuasai, masing-masing pasukan dari kedua belah pihak kemudian meninggalkan pesan-pesan dan barter bahan makanan. Tentara Korea Utara meninggalkan surat-surat yang minta untuk dikirimkan ke saudara-saudara mereka di Korea Selatan. Sebuah persahabatan ironis yang mengharukan.
Lagi-lagi Ryoo Seung-ryong and as good as always ? Sebuah film perang yang sangat menggugah dan dikemas dengan sangat baik. Sinematografinya meyakinkan, ceritanya juga solid dan bagus, didukung aktor-aktor yang juga bermain apik. Tidak ada karakter yang sangat menonjol, tapi masing-masing aktor membawakan perannya dengan baik., yang memang sudah terbiasa bermain di film-film seperti ini , yang sangat impresif sebagai Su-hyeok, (, My Paparotti, Fashion King) yang menunjukkan kualitas akting yang berbeda sebagai Il-young yang menyimpan trauma dan berusaha menguburnya Untuk jajaran senior, tentu saja tak perlu diragukan lagi. Sementara untuk aktor yang bisa dibilang pendatang baru, ada (dia yang main di ) yang juga menunjukkan akting yang mengesankan, sebagai Sung-sik, remaja belia yang masih lugu dan harus menghadapi kerasnya perang. Ceritanya sangat tidak kering Melalui film ini, penonton diajak untuk melihat perang dari sudut pandang para tentara yang harus bertempur di garda depan. Peperangan depresif yang kemudian terasa nihilis.
Perang bukan lagi masalah harga diri atau nasionalisme-karena semua itu kemudian terasa absurd – tapi perang yang membuat mereka terpaksa saling membunuh hanya demi untuk bertahan hidup. Note: – Saya ingin memberi catatan khusus untuk.
Namanya sebenarnya cukup familiar di telinga, tapi saya belum pernah benar-benar memperhatikan aktingnya. Dia adalah aktor berusia ‘pertengahan’ dengan peran-peran yang tak terlalu memorable. Tapi di film ini saya baru ‘ngeh’ dengan akting dia.
![Welcome Welcome](/uploads/1/2/5/4/125432097/978644080.jpg)
Menurut saya, dia adalah nyawa utama dari film ini. Dia bermain sangat baik sebagai Su-hyeok yang sinis dan tak berperasaan, tapi juga tak bisa menyembunyikan perasaan frustasi dari keadaan yang ada. Dan yah, dia terlihat keren dan enak dilihat, hihi. Amazing Koo Soo – Ini adalah film yang sangat ‘lelaki’.
Dari deretan pemain, hanya satu pemain perempuan, yang jadi Cha Tae-kyung (dan seorang bocah kecil, ding!). Quote: Berikut beberapa kutipan obrolan yang menurut saya notable dari film ini: Obrolan Eun-pyo dan Su-hyeok ketika Su-hyeok sekarat: Soo-hyeok: We’ve killed too many.
We should be in hell. Eun-pyo: Stop talking. Soo-hyeok: But hell can’t be worse than here. Killing each other Obrolan para tentara Korut ketika menemukan pesan-pesan tentara Korsel di Aerok: – I bet they’re sick of this war.
– Why are we fighting then? Obrolan Il-young sama Eun-pyo: Il-young: He said that winning the war is to survive. To stay alive.
Eun-pyo: Su-hyeok said that? Il-young: Yes. Eun-pyo: He said our enemy wasn’t commies,but the war itself. Obrolan Jung-yoon, komandannya tentara Korut sama Eun-pyo di dalam tempat persembunyian ketika tinggal hanya mereka berdua yang selamat tentang betapa absurdnya situasi itu: Eun-pyo: Do you know why you’re losing?
That’s because you don’t know why you’re fighting. Why are we fighting? Jung-yoon: I knew it. I knew what it was. But It’s been too long. Eun-pyo: Son of bitch!